BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang Masalah.
Seorang investor dalam
menginvestasikan dananya di pasar modal bertujuan untuk bisa memperoleh dividen
atau untuk memperoleh capital gain. Dividen pada prinsipnya adalah
keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada para investor. Sedangkan capital
gain merupakan pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga beli.
Dividen memiliki risiko lebih rendah dari pada capital gain. Hal ini
dikarenakan dividen diterima menurut dasar periode berjalan, sementara prospek
realisasi keuntungan modal diperoleh dimasa, artinya untuk memperoleh capital
gain harus berani untuk berspekulasi bahwa harga saham yang akan dating lebih
besar dari pada harga saham pada waktu pembelian sehingga dividen lebih baik
dari pada capital gain (Atmaja, 1994 : 287).
Masalah dalam
kebijakan dividen mempunyai dampak yang sangat penting bagi para
investor maupun bagi perusahaan yang
akan membayarkan dividennya. Pada umumnya para
investor mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan kesejahteraannya yaitu dengan
mengharapkan pembagian dividen maupun capital
gains. Di lain pihak, perusahaan juga
harus memberikan kesejahteraan yang
lebih besar kepada pemegang sahamnya. Tentunya ini
akan menjadi unik karena kebijakan
dividen adalah sangat penting untuk memenuhi harapan
para pemegang saham terhadap dividen dan
disatu sisi juga tidak harus menghambat
pertumbuhan perusahaan. Jadi, melalui
pemberian dividen perusahaan dapat mentransfer
kekayaannya kepada pemegang saham
(Rasyid, 2001 : 53).
Keputusan untuk memberikan dividen
kepada pemegang saham melibatkan dua pihak
yang berbeda kepentingan yaitu
perusahaan dan investor. Perusahaan ingin agar laba yang
dibagikan kepada dividen dalam jumlah
yang kecil sehingga sebagian besar laba dapat
ditahan dalam perusahaan. Laba ditahan
merupakan salah satu sumber dana yang paling
penting untuk membiayai pertumbuhan
perusahaan. Namun dipihak lain investor ingin
memperoleh dividen yang besar (Rasyid,
2001 : 54).
Kebijakan dividen menentukan penempatan laba, yaitu antara membayar
kepada
pemegang saham dan menginvestasikan
kembali dalam perusahaan. Laba ditahan (retained
earnigs)
merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai
pertumbuhan perusahaan, tetapi dividen
merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang
saham (Brigham dan Houston, 1992 : 97).
Sekertaris perusahaan Astra Otoparts Sani mengatakan meskipun laba turun
perusahaan tetap membagikan dividen walaupun besaran dividen yang dibagikan
menurun akibat laba perusahaan yang diperoleh menurun dari tahun sebelumnya (www.cnnindonesia.com
:2015).
Sama halnya dengan apa yang diutarakan oleh Direktur utama perusahaan
MedcoEnergy Lukman Mahfoedz, pembagian dividen tetap dibagikan dengan rasio
yang sama dengan tahun lalu, meskipun besaran dividen yang dibagikan kepada
para pemegang saham menurun, itu diakibatkan karena laba bersih yang didapat
oleh perusahaan MedcoEnergy menurun dari tahun sebelumnya (www.tambang.co.id
: 2015)
Berbeda halnya dengan apa yang disampaikan oleh Direktur utama
PT.Saranacentral, beliau mengatakan perusahaan tidak membagikan dividen
dikarenakan laba bersih yang diterima oleh PT.Saranacentral menurun sangat
drastic (www.tempo.co
: 2014 )
Oleh karena itu, untuk membayar
dividen suatu perusahaan harus menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
alokasi laba untuk dividen atau untuk laba ditahan. Ada faktor
utama yang harus dipertimbangkan,
misalnya ketersediaan kas, karena walaupun perusahaan
memperoleh laba namun jika uang kas
tidak mencukupi maka ada kemungkinan perusahaan
memilih menahan laba tersebut untuk
diinvestasikan kembali bukan diberikan kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen.
Pembagian dividen dan pertumbuhan perusahaan
ingin mengetahui berapa laba bersih yang
diperoleh perusahaan dan dari laba tersebut berapa
yang akan dibagikan sebagai dividen
(Hermi, 2004 dalam Manurung dan Siregar, 2009 : 2).
I.2 Perumusan
Masalah
1.
Bagaimana pengaruh antara laba
bersih terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2012 ?
2.
Bagaimana pengaruh antara arus kas
operasi terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2012 ?
3.
Bagaimana pengaruh antara laba
bersih dan arus kas operasi terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012 ?
I.3 Tujuan
Penelitian.
Tujuan umum dari
penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh antara laba bersih dan arus kas
operasi terhadap kebijakan dividen pada perusahaanyang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2012. Adapun tujuan khususnya yaitu:
a. Untuk mengetahui pengaruh laba bersih terhadap kebijakan dividen
padaperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2009-2012.
b. Untuk mengetahui pengaruh arus kas operasi terhadap kebijakan dividen
padaperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2012.
I.4 Manfaaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat sebagai berikut :
a.
Manfaat
Akademis
Sebagai ilmu
pengetahuan dalam bentuk media untuk memperoleh informasi terkait laba bersih, arus kas operasi, dividen dan
kebijakan dividen di perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
b.
Manfaat
Praktis
Sebagai acuan informasi bagi investor, calon investor, analis dan
pemerhati investasi, diharapkan dapat menjadi dasar keputusan pengambilan
investasi terkait dengan tingkat pengembalian yang berupa dividen perusahaan.
BAB
II
PUSTAKA,
KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
2.1
Dasar Teori
1. Laba
Bersih
Menurut
Abdullah (1993 : 289) dalam Manurung dan Siregar (2009 : 4). Laba bersih
adalah kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh biaya untuk seluruh periode tertentu setelah dikurangi
pajak penghasilan yang disajikan dalam laporan laba rugi.
Hendriksen & Breda (1992 : 338) dalam Rasyid
(2001 : 56) berpendapat Laba bersih merupakan net income to shareholders (laba
bersih bagi pemegang saham) yang akan dibagikan dalam bentuk dividen.
Sedangkan
Chariri dan Ghozali (2001: 213) mengungkapkan laba adalah laba
akuntansi yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besarnya laba
sebagai pengukur kenaikan aktiva sangat tergantung atas ketepatan pengukuran dan biaya.
2. Arus
Kas
Menurut Pradhono dan Yulius (2004) dalam Manurung dan Siregar (2009 : 11) Arus kas
operasi adalah selisih bersih antara penerimaan dan pengeluran kas dan setara kas yang berasal
dari aktivitas operasi selama 1 tahun buku, sebagaimana tercantum dalam laporan arus kas.
Laba bersih merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat
menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi
perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada
sumber pendanaan dari luar (Dalam PSAK N0.2 paragraf 12 (IAI:2002) (dikutip oleh
Manurung dan Siregar, 2009 : 8).
Schroeder dkk, 1995 : 227 dalam Rasyid, 2001: 57)
mengungkapkan bahwa Arus kas operasi adalah pengaruh kas dari transaksi yang termasuk dalam
penentuan net income selain aktivitas investasi dan keuangan. Dalam Brigham dan
Houston (2001 : 46) Arus Kas Operasi adalah perbedaan antara laba penjualan dan beban operasi
kas setelah pajak atas pendapatan operasi.
3. Dividen
Menurut
Scott Besley dan Eugene F. Brigham (2005:300) Dividen adalah pembagian
uang tunai yang dilakukan untuk pemegang saham dari laba perusahaan, baik laba
yang dihasilkan pada periode berjalan atau dalam periode sebelumnya.
Sedangkan
menurut Nikiforos K. Laopodis (2013:300) Dividen adalah pembayaran tunai
yang dibayarkan oleh perseroan kepada pemegang saham. Di Amerika Serikat,
dividen diijinkan dan biasanya dibagikan pada triwulanan berdasarkan
kebijaksanaan dewan direktur perusahaan. Dividen itu merepresentasikan pemegang
saham terhadap penerimaan pengembalian langsung atau tidak langsung atas
investasi mereka di perusahaan.
Paul
D. Kimmel, Jerry J. Weygandt dan Donald E. Kieso (2011:584) berpendapat dividen adalah distribusi
oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya secara pro rata (proporsional
dengan dasar kepemilikan). Pro rata berarti bahwa jika investor memiliki,
katakanlah, 10% dari saham biasa, investor akan menerima 10% dari dividen. Dividen
dapat mengambil empat bentuk: uang tunai, properti, warkat (surat pengakuan
utang untuk membayar tunai), atau saham. Dividen kas, yang mendominasi dalam
praktek, dan dividen saham, yang dinyatakan dengan beberapa frekuensi.
4. Kebijakan
Dividen
Kebijakan dividen adalah penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan
pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau
untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti pendapatan tersebut harus ditahan di dalam perusahaan
(Riyanto, 1995: 265). Sedangkan menurut Atmaja (2008: 285), kebijakan deviden
adalah keputusan tentang EAT (Earnings After Tax) yang dibagikan sebagai deviden.
Menurut Weston dan
Copeland (2010: 125), kebijakan deviden menentukan pembagian laba antara
pembayaran kepada pembagian saham dan investasi kembali perusahaan. Laba ditahan (retained
earnings) merupakan salah satu sumber dana paling penting untuk membiayai
pertumbuhan perusahaan, tetapi deviden merupakan arus kas yang disisihkan untuk
pemegang saham.
Kebijakan dividen
merupakan keputusan pembayaran dividen yangmempertimbangkan maksimalisasi harga
saham saat ini dan periode mendatang (Brigham dan Houston, 1992 : 198).
5. Teori
Kebijakan Dividen
Beberapa teori
yang relevan dalam kebijakan deviden adalah smoothing theory, clientele effect
theory, tax preference theory, dividend irrelevance theory, bird in the hand
theory, residual theory of dividens, teori signal atau
isi informasi dividen (information content of dividend). Manurung dan Siregar,
2009 : 3, yaitu :
i.
Smoothing
Teory
Teori ini dikembangkan oleh Lintner. Teori
ini mengatakan bahwa jumlah
dividen bergantung akan keuntungan perusahaan sekarang dan
dividen tahun sebelumnya.
ii.
Clientele Effect Theory
Teori ini diungkapkan oleh Black and
Scholes. Teori mengatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang
berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijaksanaan dividen
perusahaan. Sebagai contoh,
kelompok investor dengan tingkat pajak yang tinggi akan
menghindari dividen, karena dividen mempunyai tingkat pajak yang lebih tinggi dibandingkan
dengan capital gain. Menurut teori ini dividen
tertentu akan menarik segmen tertentu kemudian tugas perusahaan (manajemen keuangan)
adalah melayani segmen tersebut. Kebijakan dividen yang berubah-ubah akan mengacaukan efek
klien tersebut, menyebabkan harga saham berubah.
iii.
Tax preference theory
Menurut teori ini, investor tidak terlalu
menyukai dividen karena dividen tidaklah tax deductible. Teori ini merujuk kepada
pengenaan pajak yang diberlakukan bagi setiap investor yang mendapat capital gain atau
dividen. Pada umumnya besarnya pajak
yang diberlakukan berbeda, dimana pajak untuk dividen lebih besar
dibandingkan pajak untuk capital gain. Selain itu, pajak atas capital gain baru dapat dibayar jika capital gain telah direalisasi. Dengan demikian, apabila
investor tidak segera merealisasikan capital gain-nya, berarti investor menunda
pembayaran pajaknya. Sudah tentu present value (PV) pembayaran pajaknya akan
turun. Dengan dua alasan ini (pajak lebih rendah serta dapat ditundakan) maka
Litzenberger dan Ramaswarny (1979) menyatakan pandangan negatif dividen bagi value
perusahaan.
iv.
Dividend
Irrelevance Theory
Teori ini dikembangkan oleh Miller dan
Modigliani dalam papernya Dividend Irrelevance Preposisition. Paper tersebut menjelaskan bahwa dalam dunia pajak, dan tidak
diperhitungkannya biaya transaksi serta dalam kondisi pasar yang sempurna,
maka kebijakan dividen tidak akan memberikan pengaruh apapun pada harga pasar
saham tersebut.
v.
Bird in the Hand Theory
Teori ini mengatakan pembayaran dividen
mengurangi ketidakpastian karena dividen diterima saat ini, sedangkan capital
gain diterima di masa mendatang. Gordon mengemukakan bird in the hand theory yang
mengatakan bahwa dengan mendapatkan dividen (a
bird in the hand) adalah lebih baik daripada saldo laba (a bird in the
bush) karena pada akhirnya saldo laba tersebut mungkin tidak akan pernah
terwujud sebagai dividen di masa depan (it can fly away).
vi.
Residual Theory Of Dividens
Menurut teori dividen residual, dividen
ditentukan dengan cara:
1. mempertimbangkan kesempatan investasi perusahaan,
2.
mempertimbangkan target struktur
modal perusahaan untuk -menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk
investasi,
3.
memanfaatkan laba ditahan untuk
memenuhi kebutuhan akan modal sendiri tersebut semaksimal mungkin dan,
4.
membayar dividen hanya jika ada
sisa laba.
Kebijakan dividen residual dengan demikian
membayarkan dividen hanya jika ada sisa kas setelah perusahaan mendanai semua
usulan investasi yang mempunyai NPV (Net Present Value) positif.
vii.
Teori Signal atau Isi Informasi
Dividen (Information Content Of Dividend)
Ada kecenderungan harga saham akan naik jika
ada pengumuman kenaikan dividen, dan harga saham akan turun jika ada pengumuman penurunan
dividen. Ada argumen lain yang lebih masuk akal. Dividen itu sendiri tidak menyebabkan
kenaikan (penurunan) harga, tetapi prospek perusahaan, yang ditunjukkan oleh
meningkatnya (menurunnya) dividen yang dibayarkan, yang menyebabkan perubahan
saham. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori signal atau isi informasi
dividen. Menurut teori ini, dividen mempunyai kandungan informasi, yaitu
prospek perusahaan di masa mendatang.
viii.
Agency Theory
Menurut teori ini konflik terjadi pihak-pihak
yang berkaitan di perusahhan. Sebagai contoh, manajer disewa oleh pemegang saham
untuk menjalankan perusahaan agar tujuan pemegang saham bisa tercapai., tetapi manajer
bisa saja mempunyai agenda tersendiri yang tidak selalu konsisten dengn tujuan pemegang saham,
misalnya perusahaan mempunyai kelebihan kas dengan NPV positif (free cash
flow), yang didefenisikan sebagai kelebihan kas setelah semua investasi dengan
NPV positif didanai). Kas tersebut akan lebih baik jika dibagikan ke pemegang
saham, dan pemegang saham akan memanfaatkan kas tersebut dengan cara
mereka sendiri.
ix.
Teori
Keuangan
Menurut teori keuangan, dividen (atau
investasi kembali) tidak sama dengan laba setelah pajak. Dalam teori keuangan, jumlah
dana yang bisa dibagikan sebagai dividen bisa dinyatakan sebagai berikut: D = E + Penyusutan –
Investasi pada A.T – Penambahan M.K
Keterangan:
D = Dividen,
E = Earning After Tax (Laba
Setelah Pajak),
A.T = Aktiva Tetap,
M.K = Modal kerja.
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dana
yang bisa dibagikan sebagai
dividen merupakan kelebihan dana yang diperoleh dari
operasi perusahaan (yaitu E + penyusutan) diatas keperluan investasi untuk menghasilkan laba
dimasa yang akan datang (yaitu investasi aktiva tetap dan modal kerja). Hanya
saja, untuk menyederhanakan analisis sering diasumsikan bahwa investasi pada
aktiva tetap akan diambilkan dari dana penyusutan, dan modal kerja dianggap
tidak berubah (sehingga tidak perlu menambah modal kerja). Apabila asumsi ini dipergunakan,
maka bisa dimengerti kalau besarnya dividen ditentukan oleh laba setelah pajak (E)
dan maksimal dividen yang bisa dibagikan adalah sama dengan E. Itulah mengapa
Earning After Tax (EAT) digunakan sebagai ukuran jumlah maksimal dana
yang dibagikan sebagai dividen.
6. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Ada beberapa faktor yang lain
mempengaruhi manajemen dalam menentukan kebijakan dividen antara lain
menurut Atmaja, (1994 : 291-292) :
1.
Perjanjian hutang
Pada umumnya perjanjian hutang antara
perusahaan dengan kreditur
membatasi pembayaran dividen.
2.
. Pembatasan dari saham
Preferen
Tidak ada pembatasan dividen untuk
saham biasa jika dividen saham preferen belum dibayar.
3.
Tersedianya
Kas
Dividen berupa uang tunai (cash
dividend) hanya dapat dibayar jika tersediauang tunai yang cukup. Jika
likuiditas baik, perusahaan dapat membayar dividen.
4.
Pengendalian
Jika manajemen ingin mempertahankan
control terhadap perusahaan, maka cenderung untuk segan menjual saham baru sehingga
lebih suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan dana/baru.
5.
Kebutuhan Dana untuk investasi
Perusahaan yang berkembang selalu
membutuhkan dana baru untuk
diinvestasikan pada proyek-proyek yang menguntungkan. Oleh
karena itu, semakin besar kebutuhan dana investasi, semakin kecil dividen payout
ratio.
6.
Fluktuasi laba
Jika laba perusahaan cenderung stabil,
perusahaan dapat membagikan dividen yang relative besar tanpa takut harus menurunkan
dividen jika laba tiba-tiba
merosot dan Sebaliknya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
manajemen dalam menentukan kebijakan dividen antara lain (Riyanto, 1995 : 267)
:
1. Posisi Likuiditas Perusahaan
Posisi kas atau likuiditas dari suatu
perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil
keputusan untuk menetapkan
besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang
saham. Oleh karena itu dividen merupakan “cash outflow”, maka makin kuatnya
posisi likuiditasnya karena sebagian besar kemampuannya untuk membayar
dividen. Dengan demikian bahwa makin kuat posisi likuiditas suatu perusahaan terhadap prospek kebutuhan
dana diwaktu-waktu mendatang, makin tinggi “dividend payout
ratio” nya.
2. Kebutuhan Dana untuk Membayar Hutang
Apabila perusahaan menetapkan bahwa
pelunasan hutangnya akan diambil dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan
sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut. Berarti bahwa hanya sebagian
kecil saja dari pendapatan atau earning yang dapat dibayarkan sebagai
dividen.Dengan kata lain perusahaan harus menetapkan dividend payout ratio yang rendah.
3. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan
Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu
perusahaan, makin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan
tersebut. Makin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya, perusahaan
tersebut biasanya lebih senang untuk menahan “earning” nya daripada
dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saham dengan mengingat
batasan-batasan biaya. Dengan demikian bahwa makin cepat tingkat pertumbuhan
perusahaan makin besar dana yang dibutuhkan, makin besar kesempatan untuk
memperoleh keuntungan, makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam
perusahaan, yang ini berarti makin rendah “dividen payout ratio” nya.
4. Pengawasan terhadap Perusahaan
Variabel penting lainnya adalah “control”
atau pengawasan terhadap perusahaan. Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya
dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Mempercayakan pada pembelanjaan
intern dalam rangka usaha mempertahankan “control” terhadap perusahaan, berarti
mengurangi “dividend payout ratio” nya.
Menurut Weston dan Copeland
(2010 : 127), Faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan deviden adalah :
1. Undang-Undang
Undang-Undang menentukan bahwa deviden harus
dibayar dari laba, baik laba
tahun berjalan maupun laba tahun lalu yang ada pada pos
“laba ditahan (retained earnings)” di neraca.
2. Posisi Likuiditas
Meskipun suatu perusahaan mempunyai catatan
mengenai laba, perusahaan mungkin tidak dapat membayar tunai deviden karena posisi likuiditasnya.
Dalam keadaan seperti ini perusahaan dapat memutuskan untuk tidak membayar deviden.
3. Kebutuhan Pelunasan Hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk
membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis pembiayaan yang lain, perusahaan
menghadapi dua pilihan. Perusahaan dapat membayar hutang itu pada saat jatuh tempo dan menggantikannya
dengan jenis surat berharga yang lain, atau perusahaan dapat memutuskan untuk
melunaskan hutang tersebut. Jika keputusannya adalah membayar hutang tersebut,
maka ini biasanya perlu penahanan laba.
4. Pembatasan dalam Perjanjian Hutang
Perjanjian hutang, khususnya apabila
merupakan hutang jangka panjang seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk
membayar deviden tunai.
5. Tingkat Ekspansi Aktiva
Semakin cepat sebuah perusahaan berkembang,
semakin besar kebutuhannya
untuk membiayai ekspansi aktivanya.
6. Tingkat Laba
Tingkat hasil pengembalian yang diharapkan
akan menentukan pilihan relatif untuk membayar laba tersebut dalam bentuk deviden
kepada pemegang saham atau menggunakannya diperusahaan tersebut.
7. Stabilitas Laba
Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil
seringkali dapat memperkirakan berapa besar laba dimasa yang akan datang.
Perusahaan seperti ini biasanya cenderung membayarkan laba dengan persentase yang
lebih tinggi daripada perusahaan yang labanya berfluktuasi.
8. Akses ke Pasar Modal
Kemampuan perusahaan untuk menaikkan
modalnya atau dana pinjaman dari pasar modal akan terbatas dan perusahaan seperti
ini harus menahan lebih banyak laba untuk membiayai operasinya. Jadi perusahaan yang sudah
mapan cenderung untuk memberi tingkat pembayaran deviden yang lebih tinggi daripada
perusahaan kecil atau baru.
9.
Kendali Perusahaan
Kebijakan ini didukung oleh pendapat
bahwa menghimpun dana melalui penjualan tambahan saham biasa akan mengurangi
kekuasaan kelompok dominan dalam perusahaan itu. Pentingnya pembiayaan internal dalam
usaha untuk mempertahankan kendali perusahaan, akan memperkecil pembayaran deviden.
10. Posisi Pemegang saham sebagai Pembayaran Pajak
Posisi pemilik perusahaan sebagai
pembayar pajak sangat mempengaruhi keinginannya untuk memperoleh deviden. Akan
tetapi, pemegang yang dimiliki oleh orang banyak akan memilih pembayaran deviden
yang tinggi.
11. Pajak Atas Laba yang Diakumulasikan secara salah
Untuk mencegah pemegang saham hanya
menggunakan perusahaan sebagai suatu perusahaan penyimpanan uang yang dapat
digunakan untuk menghindari
tarif penghasilan pribadi yang tinggi, peraturan
perpajakan perusahaan menentukan suatu pajak tambahan khusus terhadap penghasilan yang diakumulasikan
secara tidak benar.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebelumnya telah
dilakukan penelitian tentang laba bersih dan arus kas terhadap kebijakan
dividen. Agung Dwi Cahyo (2014) meneliti
tentang pengaruh laba bersih, arus kas operasi dan peluang investasi terhadap
kebijakan dividen dengan objek penelitian pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan rentang tahun 2009-2012, menurutnya
laba bersih, arus kas operasi dan peluang investasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap keputusan kebijakan dividen di perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2012.
Dafid Irawan Nurdhiana
(2013) meneliti tentang pengaruh laba bersih dan arus kas operasi terhadap
kebijakan dividen di perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2009-2010, hasilnya adalah variabel laba bersih secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, begitupun dengan
variabel arus kas operasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kebijakan dividen. Sementara itu pengujian secara simultan (bersamaan)
juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen di
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesa pada tahun 2009-2010.
Menurut Indah Agustina
Manurung (2009) dengan judul penelitian “Pengaruh Laba Bersih dan Arus Kas
Operasi terhadap Kebijakan Dividen di Perusahaan manufaktur yang Go Public”.
Berdasarkan penelitiannya berkesimpulan bahwa laba bersih secara parsial
tidak berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan dividen di perusahaan manufaktur yang go public sedangkan variabel
arus kas operasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen di perusahaan manufaktur yang go public, dan pengujian juga dilakukan
secara bersama-sama (simultan) dengan hasil laba bersih dan arus kas operasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen di perusahaan
manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
|
Peneliti
|
Judul penelitian
|
Penelitian sekarang
|
|
Persamaan
|
Perbedaan
|
|||
1
|
Agung Dwi Cahyo
(2014)
|
Pengaruh Laba Bersih, Arus Kas Operasi dan
Ivestment Oppurtinity Set terhadap Kebijakan Dividen di Perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di BEI periode 2009-2012
|
·
Variabel
Independen : Laba bersih dan Arus Kas Operasi
·
Variabel
Dependen : Kebijakan Dividen
|
·
Tahun laporan
·
Jenis perusahaan.
·
Variabel
Indpenden (X.3)
|
2
|
Dafid Irawan Nurdhiana (2013)
|
Pengaruh Laba Bersih dan Arus Kas Operasi Terhadap
Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2010
|
·
Hanya
dua Variabel Independen : Laba Bersih dan Arus Kas Operasi.
·
Variabel
Dependen : Kebijakan Dividen
|
·
Periode
Tahun Laporan yang diteliti.
|
3
|
Indah Agustina
Manurung
(2009)
|
Pengaruh Laba Bersih dan Arus Kas Operasi
terhadap Kebijakan Dividen di Perusahaan Manufaktur yang Go Public
|
·
Hanya
dua Variabel Independen : Laba Bersih dan Arus Kas Operasi.
·
Variabel
Dependen : Kebijakan Dividen
|
·
Objek
Penelitian
·
Periode
tahun laporan yang diteliti.
|
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang
dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan diatas, hubungan antara laba
bersih dan arus kas operasi terhadap kebijakan dividen, dapat digambarkan dalam
kerangka sebagai berikut:
LABA BERSIH (X1)
|
KEBIJAKAN DIVIDEN
(Y)
|
H1
|
ARUS KAS OPERASI (X2)
|
H2
|
H3
|
(H
Gambar
2.1
Kerangka
Konseptual
Besar
kecilnya dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan, tergantung kebijakan
dividen yang ditempuh oleh perusahaan itu sendiri. Secara teoritis semakin
besar laba bersih suatu perusahaan yang didapat maka akan semakin besar pula proporsi
dividen yang akan dibagikan perusahaan kepada setiap pemegang saham, dan
sebaliknya semakin kecil laba bersih dividen sautu perusahaan maka proporsi
dividen yang akan dibagikan juga akan semakin sedikit.
Laba
bersih perusahaan biasanya dianggap determinan utama dari dividen, tetapi dalam
kenyataannya dividen lebih bergantung pada arus kas yang mencerminkan kemampuan
untuk membayar dividen (Eugene dan Joel, 2001:85).
Jumlah
arus kas yang berasal dari aktvitas operasi perusahaan merupakan indicator yang
menentukan apakah kegiatan operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang
cukup untuk membayar dividen yang telah ditetapkan oleh kebijakan dividen.
Semakin besar arus kas operasi maka akan semakin besar dividen payout ratio yang ditetapkan, karena perusahaan memiliki
kas untuk membayar dividend an semakin kecil arus kas yang dihasilkan dari
aktivitas operasi maka akan semakin kecil dividen
payout ratio yang ditetapkan manajemen karena ketidakmampuan perusahaan
untuk menyediakan uang kas untuk membayar dividen. Arus kas operasi berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen (dividen
payout ratio).
2.4 Hipotesis
Dalam penelitian ini akan
diukur seberapa besar pengaruh laba bersih dan arus kas operasi terhadap
kebijakan dividen. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat diajukan hipotesis
sebagai berikut :
H1 : Secara parsial laba bersih berpengaruh terhadap
kebijakan dividen
H2 : Secara parsial arus kas operasi berpengaruh
terhadap kebijakan dividen
H3 : Secara simultan laba bersih dan arus kas operasi berpengaruh positif
terhadap kebijakan dividen
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1
Rancangan
Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh laba bersih dan arus kas operasi terhadap
kebijakan dividen perusahaan industri manufaktur dengan rancangan penelitian
yang dilhat dari aspek metode pengumpulan data, aspek kemampuan memanipulasi
variabel, dan aspek tujuan penelitian (Sugihen, 2003:130).
1. Dilihat dari aspek metode pengumpulan datanya,
rancangan penelitian ini adalah penelitianpengamatan (observasional), sebab sifat data berupa bahan
yang hanya dapat diobservasi dan tanpa berusaha mendapatkan tanggapan
dari pihak lain, sebab data penelitian ini berisi peristiwa yang sudah terjadi
pada waktu yang lalu,
2. Dilihat dari aspek kemampuan memanipulasi variabel,
rancangan penelitian ini adalah penelitian ex post facto,
sebab data penelitian berasal dari perusahaan industri manufaktur apa adanyatanpa
manipulasi,
3. Dilihat dari aspek tujuan penelitian, rancangan
penelitian ini adalah studi kausal, sebab tujuan penelitian berusaha
menjelaskan hubungan sebab akibat dalam bentuk pengaruh antara variabel melalui
pengujian hipotesis. Kaidah utama hubungan kausal adalah hubungan sebab-akibat,
yaitu: A menghasilkan B, atau A menyebabkan B. Proses kejadiannya, A terjadi
sebelum B terjadi (time sequence), atau A terjadi kemudian selang waktu
tertentu B kemudian terjadi (lack period).
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006:55). Masalah dalam regresi berganda
cross-sectional diatasi dengan membatasi populasi penelitian pada
industri tertentu. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia yang berjumlah 151
perusahaan. Dalam hal ini peneliti memilih perusahaan publik yang bergerak
diindustri manufaktur dengan pertimbangan banyaknya sampel yang dapat diperoleh
dan keandalan arus kas yang disajikan. Industri lain, misalnya perbankan,
mempunyai ketidakpastian kas yang lebih tinggi daripada industri manufaktur
karena dalam industri ini kas merupakan produk suatu entitas. Sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono,2006:55). Sampel yang digunakan dengan menggunakan metode purposive
sampling, dengan kriteria sebagai berikut:
a. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah
perusahaan keuangan dan non keuangan dari tahun 2009 sampai tahun 2012.
b. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan
dan Kebijakan dividen selama periode pengamatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012.
c. Perusahaan yang memenuhi rasio-rasio keuangan yang
digunakan sebagai pengukur variabel penelitian.
3.3 Jenis Data
Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala
numerik (Mudrajat Kuncoro, 2003:124) dan merupakan data sekunder, yaitu data
penelitian yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian (Syamsul
Hadi, 2006:41). Data yang digunakan berupa:
1.
Informasi mengenai laba bersih perusahaan,
2.
Informasi
mengenai arus kas dari aktivitas operasi perusahaan
3.
Informasi
mengenai kebijakan dividen (dividen
payout ratio)
Data yang diperoleh adalah kombinasi antara
data time series dan data cross-section. Data time-series adalah
data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu
dan data cross-section yaitu data yang dikumpulkan pada suatu titik
tertentu (Mudrajat Kuncoro, 2003:125) yang disebut dengan pooling data atau
combined model.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data
yang digunakan adalah data eksternal. Data eksternal adalah data yang dicari
secara manual dengan cara mendapatkannya dari luar
perusahaan. Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap,
tahap pertama dilakukan melalui studi pustaka, yakni jurnal akuntansi dan
buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada tahap
kedua, pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari media internet dengan
mendownload melaui situs www.bei.co.id untuk memperoleh data mengenai
laporan keuangan yang telah dipublikasikan.
3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional memberikan pengertian
terhadap konstruk atau memberikan variabel dengan menspesifikasikan kegiatan
atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk mengukur. Dilihat dari sudut pandang
hubungannya variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel
independen dan variabel dependen.
1. Variabel independen adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen
(Sugiyono, 2006:3). Dalam penelitian variabel independen terdiri dari:
a. laba bersih dihitung dari kelebihan pendapatan atas
beban termasuk gains dan losses. Laba bersih diukur dengan satuan Rupiah per
lembar saham,
b. arus kas operasi adalah selisih bersih antara
penerimaan dan pengeluaran kas dan setara kas yang berasal dari aktivitas
operasi selama 1 tahun buku, sebagaimana tercantum dalam laporan arus kas
(Pradhono, 2004). Arus kas operasi diukur dengan satuan Rupiah per lembar
saham.
2. Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006:3). Variabel
dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dividend payout ratio. Dividend
payout ratio merupakan proporsi laba yang dibayarkan kepada pemegang saham
dalam bentuk tunai selama tahun tertentu. Dividend payout ratio (DPR)
adalah persentase yang dibagi dari earning after tax. DPR dapat
dirumuskan sebagai berikut (Warsono, 2003:275):
DPR = Dividen : Laba yang tersedia
bagi para pemegang saham
Semua variabel dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan skala rasio. Pengukuran dua variabel bebas (arus kas operasi
dan laba bersih) dalam satuan Rupiah per lembar saham, dimaksudkan agar memenuhi
kesetaraan pengukuran dengan variabel terikat devidend Payout Ratio.
3.6 Metode Analisis Data
Sebelum data dianalisis, maka untuk
keperluan analisis data tersebut terlebuh dahulu dilakukan uji asumsi klasik.
1.
Uji
Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik
yang dilakukan adalah uji normalitas data, uji multikolinearitas, uji
heterokedasitas dan uji autokorelasi.
a.
Uji Normalitas Data
Uji normalitas
data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu
atau residual memiliki distribusi normal. Kalau nilai residual tidak mengikuti
distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil
(Ghozali, 2005:110). Untuk mendeteksinya yaitu dengan melihat grafik histogram
yang membandingkan data observasi dengan distribusi normal.
Menurut Ghozali (2005:110), ”cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak ada dua, yaitu
analisis grafik dan analisis statistik. Normalitas dapat dideteksi dengan
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan grafik dengan melihat
histogram dari residualnya”. Dasar pengambilan keputusannya adalah:
1)
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola
berdistribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas,
2)
jika data
menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik
histogram tidak menunjukkan data berdistribusi normal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
”Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual
adalah uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S)”, yang dijelaskan oleh Ghozali
(2005:115). Uji K-S dibuat dengan membuat hipotesis:
Ho : Data residual berdistribusi normal
Ha : Data residual tidak berdistribusi
normal
Bila signifikansi >0,05 dengan α = 5% berarti distribusi data normal
dan Ho diterima, sebaliknya bila nilai signifikan <0,05 berarti distribusi
data tidak normal dan Ha diterima.
b.
Uji Multikolinearitas
Uji
Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antara antara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya
tidak ada korelasi antar variabel independen. Ada tidaknya multikolinearitas
dapat dideteksi dengan melihat nilai tolerance dan VIF. Menurut Ghozali
(2005:92), ”nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF
> 10”.
c.
Uji Heterokedasitas
Uji ini memiliki
tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians
dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Menurut Erlina
(2007:108) “jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya
tetap, maka disebut homokedasitas, jika berbeda disebut heterokedasitas.
Sebaliknya jika varians berbeda, maka disebut heterokedasitas”. Ada tidaknya
heterokedasitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scaterplot antar
nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Dasar analisis
yang dapat digunakan untuk menentukan heterokedasitas, antara lain:
1)
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterokedasitas,
2)
Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedasitas
atau terjadi homokedasitas.
d.
Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan
untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang
berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi
adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson dengan ketentuan dari Prof.
Singgih sebagai berikut:
1)
Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi
positif,
2)
Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada
autokorelasi,
3)
Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi
negatif.
2. Pengujian Hipotesis
Penelitian ini dianalisis dengan model regresi
berganda untuk melihat seberapa besar pengaruh laba bersih dan arus kas operasi
terhadap dividend payout ratio dengan model dasar sebagai berikut:
Y= α+β1X1+β2X2 +ε
Keterangan :
Y = Variabel dependen, dalam hal ini dividend
payout ratio.
α = Konstanta.
β1,β2 = Koefisien regresi
X1,X2,X3. X1 = Variabel independen pertama yaitu
laba bersih.
X2 = Variabel independen kedua yaitu
arus kas operasi.
ε = Tingkat kesalahan
pengganggu.
a.
Uji
F
Uji F statistik
digunakan untuk menguji keberartian pengaruh dari seluruh variabel bebas secara
bersama-sama (serentak) terhadap variabel tidak bebas. Uj F dimaksudkan untuk
melihat kemampuan menyeluruh dari variabel bebas yaitu laba bersih dan arus kas
operasi terhadap kebijakan dividen. Uji ini dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
H0 diterima jika
Fhitung < Ftabel
Ha diterima jika Fhitung > Ftabel
Pada tingkat
kepercayaan 95 %
. Hipotesis
Penelitian
Laba bersih dan arus kas
operasi berpengaruh secara simultan terhadap dividend payout ratio.
Hipotesis Statistik
Ho:b1 = 0 (Laba bersih dan arus kas operasi tidak berpengaruh secara simultan
terhadap dividend payout ratio)
Ha: b1 ≠ 0 (Laba bersih dan arus kas operasi berpengaruh secara simultan
terhadap dividend payout ratio)
b.
Uji t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen.
Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh laba bersih
dan arus kas bersih secara parsial terhadap dividend payout ratio. Uji ini
dilakukan dengna membandingkan signifikansi t hitung dengan ketentuan sebagai
berikut:
H0 diterima jika t hitung < t tabel
(α = 5%)
Ha diterima jika t hitung > t tabel (α = 5%)
Hipotesis Penelitian
Laba bersih dan arus kas operasi berpengaruh terhadap dividend
payout ratio secara parsial.
Hipotesis Statistik
Ho: b2 = 0 (laba bersih dan arus kas operasi tidak
berpengaruh terhadap dividend payout ratio secara parsial)
Ha: b2 ≠ 0 (laba bersih dan arus kas operasi tidak
berpengaruh terhadap dividend payout ratio secara parsial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar