BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang berdasar kekuasaan belaka (machtstats)
.
Oleh karena itu tata kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara harus disusun dalam bingkai hukum. Konsepsi Negara Hukum atau
rechtstats tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
Amandemen keempat yang menyatakan Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Konsep negara hukum (nomokrasi), telah menjamin prinsip kesamaan hak
(equity) di hadapan hukum (before the law), maka konsep hukum
pembangunan yang mengutamakan keterbukaan (transparansi) sepadan dengan
tawaran pembentukan hukum sebagai konsensus yang melibatkan ruang publik
(public sphere) konsepsi negara hukum yang mengutamakan demokrasi
deliberatif.
Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan-tujuan hukum, ide-ide hukum menjadi kenyataan. Penegakan hukum
merupakan proses kegiatan atau aktivitas yang salah satunya dijalankan
oleh aparat penegak hukum (Penyidik POLRI/PPNS, Jaksa dan Hakim). Untuk
menghasilkan penegakan hukum yang baik maka proses setiap tahapan dalam
penegakan hukum harus dilakukan dengan baik dan benar.
Penegakan hukum pidana (criminal law enforcement) merupakan upaya untuk
menegakkan norma hukum pidana beserta segala nilai yang ada di belakang
norma tersebut (total enforcement), yang dibatasi oleh “area of no
enforcement” melalui hukum acara pidana atau ketentuan khusus lain,
untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan negara, kepentingan umum
dan kepentingan individu (full enforcement).
Salah satu kunci keberhasilan kegiatan penuntutan yang dilakukan oleh
Jaksa Penuntut Umum adalah bagaimana menyusun sebuah surat dakwaan yang
jelas, cermat dan lengkap berdasarkan setiap fakta yang terungkap dari
hasil penyidikan. Fakta penyidikan penting untuk dicermati dan dianalisa
oleh Jaksa Penuntut Umum agar dapat menentukan jenis atau kualifikasi
tindak pidana yang terjadi untuk selanjutnya menerapkan pasal yang tepat
dalam surat dakwaan.
Di dalam KUHP terdapat beberapa kualifikasi tindak pidana yang mirip,
baik dari segi tujuan maupun unsur-unsur pasal sehingga Jaksa Penuntut
Umum harus jeli dalam menganalisa fakta kejadian agar tidak keliru dalam
menerapkan pasal dalam surat dakwaan. Kesalahan dalam merumuskan suatu
fakta kejadian dapat berakibat fatal pada upaya penuntutan antara lain
terdakwa diputus bebas (vrijspraak) atau dakwaan dinyatakan batal demi
hukum atau dapat dibatalkan atau dinyatakan tidak dapat diterima (niet
onvanklijk verklaard).
Tindak pidana pemerasan, pengancaman, dan penipuan mempunyai
unsur-tujuan sama yaitu agar si korban menyerahkan suatu barang atau
memberi hutang atau menghapus piutang. Namun ketiga jenis tindak pidana
tersebut berbeda dari cara-cara yang dipergunakan. Dalam tindak pidana
Pemerasan, cara yang digunakan oleh pelaku untuk meminta barang korban
adalah dengan kekerasan, sedangkan dalam tindak pidana pengancaman cara
yang digunakan oleh pelaku adalah menggunakan ancaman pencemaran (nama
baik) baik lisan mapun tertulis atau ancaman membuka rahasia. Sementara
pada tindak pidana penipuan cara yang digunakan adalah menggunakan nama
atau martabat palsu, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan.
Sehubungan dengan latar belakang di atas maka penulisan kertas kerja ini
berjudul: “Tinjauan Yuridis Penanganan Perkara Penipuan (Pasal 378
KUHP) Dan Atau Penggelapan (Pasal 372 KUHP) Studi Kasus Perkara Atas
Nama Saudi Bin Maksin Pada Kejaksaan Negeri Cilegon”.
B. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud:
Penulisan Kertas Kerja ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk
dinyatakan lulus pada Pendidikan Pelatihan dan Pembentukan Jaksa (PPPJ)
Tahun 2012 pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI.
Tujuan:
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa implementasi formulasi atau bentuk
surat dakwaan dalam penerapan Pasal 378 KUHP (Penipuan) dan atau Pasal
372 KUHP (Penggelapan).
2. Untuk mengetahui dan menganalisa penguraian unsur pasal dalam
penerapan Pasal 378 KUHP (Penipuan) dan atau Pasal 372 KUHP
(Penggelapan) dikaitkan dengan pembuktian dan putusan pidananya.
C. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan secara teoritis dan praktis. Adapun kegunaaannya adalah sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis:
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan
keilmuan di bidang ilmu hukum khususnya hukum pidana dan hukum acara
pidana tentang penanganan perkara Penipuan (Pasal 378 KUHP) dan atau
Penggelapan (Pasal 372 KUHP).
b. Kegunaan Praktis:
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
kepada Penyidik, Jaksa dan Hakim dalam penerapan hukum khususnya
penanganan perkara Penipuan (Pasal 378 KUHP) dan atau Penggelapan (Pasal
372 KUHP), mislanya dalam Penyidikan, Pra-Penuntutan, penuntutan,
Pemeriksaan dan Putusan.
D. Keaslian Penelitian
Penulisan kertas kerja ini merupakan murni dari hasil pemikiran dan
perenungan penulis, adapun beberapa penulisan ilmiah lainnya yang sama
tidak ditemukan oleh penulis yang telah dicari melalui pencarian data di
perpustakaan Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI.
BAB II
PERMASALAHAN
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam kertas kerja ini adalah:
1. Bagaimanakah formulasi atau bentuk surat dakwaan dalam penerapan
Pasal 378 KUHP (Penipuan) dan atau Pasal 372 KUHP (Penggelapan)?
2. Bagaimanakah penguraian unsur pasal dalam penerapan Pasal 378 KUHP
(Penipuan) dan atau Pasal 372 KUHP (Penggelapan) dikaitkan dengan
pembuktian dan putusan pidananya?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus Posisi
Pada hari Selasa tanggal 27 Maret 2012 sekira Pukul 15.00 WIB di Lingk.
Cigading RT 01 RW 01 Kelurahan Tegalratu, Kecamatan Ciwandan, Kota
Cilegon telah terjadi tindak pidana penipuan dan atau penggelapan.
Tindak pidana penipuan dan atau penggelapan tersebut dilakukan terhadap 1
(satu) unit sepeda motor jenis Honda Fit X, warna hitam silver, Nomor
Polisi: A 5898 BJ, Tahun 2008, Nomor Rangka: MH1HB71108K690212, Nomor
Mesin: HB71E-1686249, STNK atas nama ISKANDAR yang merupakan milik saksi
ASMAN Bin RAMLI yang dilakukan oleh tersangka SAUDI Bin MAKSIN.
Tersangka meminjam sepeda motor korban dengan alasan untuk mengambil
gaji di proyek PT. Krakatau Posco yang berada di daerah Ciwandan Kota
Cilegon.
Saksi ASMAN Bin RAMLI memberikan atau meminjamkan sepeda motor tersebut
kepada tersangka SAUDI Bin MAKSUN, lalu sepeda motor tersebut tidak
digunakan untuk mengambil gaji di proyek PT. Krakatau Posca tetapi
dibawa oleh tersangka SAUDI Bin MAKSUN ke rumah saksi ENCUP SUPRIANI Bin
M. SAFE’I yang berada di daerah Mancak Kabupaten Serang. Kemudian
sepeda motor tersebut oleh saksi ENCUP SUPRIANI Bin M. SAFE’I dijual
atau digadaikan kepada orang lain atas perintah dari tersangka SAUDI Bin
MAKSUN tanpa seizing dari pemilik saksi ASMAN Bin RAMLI. Sampai dengan
saat ini sepeda motor tersebut belum dikembalikan oleh tersangka SAUDI
Bin MAKSUN kepada saksi ASMAN Bin RAMLI sebagai pemilik motor tersebut.
Dengan adanya hal tersebut saksi ASMAN Bin RAMLI menderita kerugian
kira-kira Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
B. Landasan Teori
1. Unsur Pasal 378 KUHP (Penipuan) dan atau Pasal 372 (Penggelapan)
Dalam pasal 378 dengan unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Barangsiapa ;
2. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum ;
3. dengan memakai tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan ;
4. menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang kepadanya ;
1. Unsur Barangsiapa
Bahwa perumusan unsur “barangsiapa” dalam KUHP menunjuk pada subyek
hukum sebagai pelaku daripada suatu delik, yaitu “setiap orang” yang
dipandang mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya menurut hukum.
Berdasarkan sikap tingkah laku dan ucapan terdakwa selama persidangan
berlangsung, tampak bahwa terdakwa adalah orang yang sehat jasmani
maupun rohani, dan oleh karenanya tidak terdapat adanya “alasan pemaaf”
maupun “alasan pembenar” yang dapat menghapus sifat melawan hukum serta
kesalahan terdakwa, sehingga berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, maka
ia terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan dan kesalahannya tersebut.
Ilmu pengetahuan hukum pidana juga mengatur tentang penghapusan pidana
dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya, maka dibedakan menjadi
2(dua) jenis alasan penghapus pidana, yaitu:
1). Alasan Pembenar
Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun
perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Alasan
pembenar yang terdapat dalam KUHP yaitu keadaan darurat, pembelaan
terpaksa, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan melaksnakan
perintah jabatan.
2). Alasan Pemaaf
Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam hal ini bahwa orang
ini tidak dapat dicela menurut hukum. Dalam arti ia tidak bisa
mempertanggungjawabkan perbuatannya meskipun perbuatannya melawan hukum.
Jadi disini ada alasan menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga
tidak mungkin adanya pemidanaan. Alasan pemaaf yang ada did lam KUHP
adalah tidak mampu bertanggungjawab, dengan itikat baik melaksanakan
perintah jabatan yang tidak sah dan daya paksa.
2. Unsur Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum :
Yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah
si pembuat/pelaku atau orang lain menikmati hasil perbuatannya baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dengan melawan hak atau melawan
hukum dalam hal ini yaitu tidak berhak atau bertentangan dengan hukum.
Bahwa menurut pendapat ahli hukum Prof. VAN BEMMELEN-VAN HATTUM yang
dimaksud dengan melawan hukum ialah bertentangan dengan keputusan dalam
pergaulan masyarakat atau “ in strijd met datgene wat in het
maatschappelijk verkeer betamelijk is” tentang bilamana suatu keuntungan
itu dapat disebut melawan hukum, Prof. VAN BEMMELEN-VAN HATTUM
berpendapat antara lain:
“dengan demikian maka suatu keuntungan itu dapat disebut bertentangan
dengan kepatutan didalam pergaulan bermasyarakat, jika pada keuntungan
tersebut masih terdapat cacat tentang bagaimana caranya diperoleh- juga
hingga saat orang menikmatinya atau keuntungan itu sendiri sifatnya
bertentangan dengan kepatutan didalam pergaulan bermasyarakat, tanpa
perlu memperhatikan tentang bagaimana caranya keuntungan itu dapat
diperoleh”.
Menurut bahasa Belanda, melawan hukum adalah wederrechtelijk (weder:
bertentangan dengan, melawan; recht: hukum). Menurut Pendapat para ahli
di dalam buku Teguh Prasetyo mengenai pengertian melawan hukum antara
lain adalah dari:
a) Simon: Melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum pada umumnya.
b) Noyon: Melawan hukum berarti bertentangan dengan hak subjektif orang lain.
c) Pompe: Melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum dengan
pengertian yang lebih luas, bukan hanya bertentangan dengan
undang-undang tetapi juga dengan hukum yang tidak tertulis. \
d) Van hannel: Melawan hukum adalah onrechmatig atau tanpa hak/ wewenang.
e) Hoge raad: Dari arrest-arrest-nya dapat disimpulkan, menurut HR
melawan hukum adalah tanpa hak atau tanpa kewenangan. (arrest 18-12-1911
W 9263).
f) Lamintang: Berpendapat, perbedaan diantara pakar tersebut antara lain
disebabkan karena dalam bahasa Belanda recht dapat berarti hukum” dan
dapat berarti “hak.” Ia mengatakan, dalam bahasa Indonesia kata
wederrechtelijk itu berarti “secara tidak sah” yang dapat meliputi
pengertian “bertentangan dengan hukum objektif” dan “bertentangan dengan
hak orang lain atau hukum subjektif”.
Hoge Raad pada tanggal 31 Januari 1919, N. J. 1919, W. 10365 berpendapat, antara lain sebagai berikut:
“onrechmatig tidak lagi hanya berarti apa yang bertentangan dengan hak
orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, melainkan
juga apa yang bertentangan baik dengan tata susila maupun kepatutan
dalam pergaulan masyarakat.”
Melawan hukum artinya meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan (melawan hukum formil) namun apabila
perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa
keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat (melawan
hukum materil) maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Menentukan
perbuatan itu dapat dipidana, pembentuk undang-undang menjadikan sifat
melawan hukum sebagai unsur yang tertulis. Tanpa unsur ini, rumusan
undang-undang akan menjadi terlampau luas. Sifat ini juga dapat dicela
kadang-kadang dimasukkan dalam rumusan delik culpa. Jika unsur melawan
hukum itu dengan tegas terdapat di dalam rumusan delik, maka unsur juga
harus dibuktikan, sedangkan jika dengan tegas dicantumkan maka tidak
perlu dibuktikan. Untuk menentukan apakah suatu perbuatan dikatakan
perbuatan melawan hukum diperlukan unsur-unsur:
1. Perbuatan tersebut melawan hukum;
2. Harus ada kesalahan pada pelaku;
3. Harus ada kerugian.17
3. Unsur Dengan memakai tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan ;
“Tipu muslihat” merupakan perbuatan-perbuatan yang menyesatkan, yang
dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang
keliru dan memaksa orang untuk menerimanya (HR 30 Januari 1911).
Yang dimaksud dengan “tipu muslihat” adalah suatu tindakan yang dapat
disaksikan oleh orang lain baik disertai maupun tidak disertai dengan
suatu ucapan, yang dengan tindakan itu sipetindak menimbulkan suatu
kepercayaan akan sesuatu atau pengharapan bagi orang lain sedangkan yang
dimaksud dengan “rangkaian kebohongan” adalah beberapa keterangan yang
saling mengisi yang seakan-akan benar isi keterangan itu, pada hal tidak
lain daripada kebohongan, isi masing-masing keterangan itu tidak harus
seluruhnya berisi kebohongan.
Terdapat suatu “rangkaian kebohongan”, jika antara berbagai kebohongan
itu terdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa dan kebohongan yang
satu melengkapi kebohongan yang lain, sehingga mereka secara timbal
balik menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu
kebenaran (HR 8 Maret 1926).
Bahwa menurut ahli hukum LAMINTANG dalam buku “Hukum Pidana” berpendapat
:”tipu daya itu ialah tindakan-tindakan yang sifatnya menipu, yang
dapat dipakai sebagai sarana untuk membuka jalan bagi kesan-kesan dan
gambaran-gambaran yang sesungguhnya tidak benar”(HOGE RAAD dalam
Arrestnya masing-masing tanggal 30 Januari 1911, W 9145, tanggal 1
Nopember 1920 halaman 1213, W 10650 dan tanggal 24 Juli 1936, W 1937 No.
80 didalam Arrest-arrestnya tersebut pada dasarnya HOGE RAAD).
“adanya satu tipu muslihat saja sudahlah mencukupi” undang-undang
seringkali telah memakai kata majemuk untuk suatu pengertian tunggal”
(HOGE RAAD dalam Arrestnya tanggal 25 Oktober 1909, W 8916).
Sifat yang dipakai itu dapat berupa sifat yakni dengan sifat mana orang
telah bertindak secara menipu didepan orang lain, misalnya sebagai
seorang kuasa, seorang wakil, seorang wali atau pengampu, akan tetapi
dapat pula berupa sifat untuk mendapatkan kepercayaan yang sebenarnya
tidak berhak diterima orang, misalnya sebagai seorang pedagang atau
sebagai seorang pegawai negeri” (HOGE RAAD dalam arrestnya tanggal 27
Maret 1983, W 6327).
4. Unsur Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang kepadanya;
Bahwa yang dimaksud dengan “menggerakkan” (bewegen) disini adalah
tergeraknya hati si korban dan mau melakukan suatu perbuatan, disini
tiada “permintaan dengan tekanan” kendati menghadapi suatu sikap
ragu-ragu dari si korban.
Bahwa untuk adanya suatu “penyerahan” itu adalah cukup apabila suatu
benda itu telah dilepaskan, tidak tergantung pada masalah berapa lama si
pelaku ingin menguasasi benda tersebut dan tidak bergantung pula pada
masalah apa yang akan diperbuat oleh si pelaku dengan benda itu. (HOGE
RAAD dalam Arrestnya tanggal 21 Pebruari 1938, No. 929).
Sedangkan unsur inti delik dalam Pasal 372 KUHP (Penggelapan) adalah sebagai berikut:
1. Sengaja
2. Melawan hukum
3. Memiliki sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain; dan
4. Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.
Kejahatan ini dinamakan “Penggelapan Biasa”. Penggelapan adalah
kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam Pasal 362 KUHP. Hanya
bedanya kalau dalam pencurian barang yang diambil untuk dimiliki itu
belum berada dalam tangan pelaku, sedangkan dalam kejahatan penggelapan,
barang yang dimiliki itu sudah berada dalam tangan si pelaku bukan
karena kejahatan atau sudah dipercayakan kepadanya.
2. Surat Dakwaan
a. Pengertian Surat Dakwaan
Pengertian surat dakwaan yang diberikan oleh Abdul Karim Nasution adalah
bahwa surat dakwaan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu
rumusan dari tindak pidana yang didakwakan, yang sementara dapat
disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan
dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup
terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman. Surat dakwaan adalah surat
atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan,
dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim untuk melakukan
pemeriksaan di pengadilan.
b. Fungsi Surat Dakwaan
Tujuan utama surat dakwaan adalah bahwa undang-undang ingin melihat
ditetapkannya alasan-alasan yang menjadi dasar tuntutan tindak pidana
yang telah dilakukan itu harus dicantumkan dengan sebaik-baiknya.
Terdakwa dipersalahkan karena telah melanggar suatu aturan hukum pidana,
pada suatu saat dan tempat tertentu serta dinyatakan pula
keadaan–keadaan sewaktu melakukan tindak pidana. Menyebutkan waktu
(tempus) dan tempat (locus delictie) serta keadaan menunjukkan kepada
dakwaan terhadap peritiwa-peristiwa dan perbuatan-perbuatan tertentu,
yang dispesialisasikan dan diindividualisasi. Jadi, contoh perbuatan
mencuri, atau penipuan yang konkrit.
Fungsi surat dakwaan dalam sidang pengadilan merupakan landasan dan
titik tolak pemeriksaan terdakwa. Berdasarkan rumusan surat dakwaan
dibuktikan kesalahan terdakwa. Pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang
dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan.
Ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pemeriksaan
perkara pidana, maka fungsi Surat Dakwaan dapat dikategorikan :
1. Bagi Pengadilan atau Hakim, Surat Dakwaan merupakan dasar dan
sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dalam
penjatuhan keputusan;
2. Bagi Penuntut Umum, Surat Dakwaan merupakan dasar pembuktian atau
analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan upaya hukum;
3. Bagi terdakwa atau Penasehat Hukum, Surat Dakwaan merupakan dasar untuk mempersiapkan pembelaan (http:
http://www.kejaksaan.go.id peraturan kejaksaan : pembuatan-surat-dakwaan.html, diakses pada tanggal 28 April 2010 pukul 11.53 WIB).
c. Persyaratan Surat Dakwaan
Surat dakwaan harus memenuhi 2 syarat. KUHAP menetapkan syarat-syarat
yang harus dipenuhi dalam pembuatan surat dakwaan yakni syarat formal
dan syarat materiil. Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP menyebutkan syarat
formal meliputi :
1. Surat dakwaan harus dibubuhi tanggal dan tanda tangan dari penuntut umum pembuat surat dakwaan.
2. Surat dakwaan harus memuat secara lengkap identitas terdakwa yang
meliputi nama lengkap, tempat lahir, umumr/tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan.
Selain syarat formal, ditetapkan pula bahwa surat dakwaan harus memuat
uraian secara cermat, jelas lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan locus delictie dan tempus delictie, syarat
ini disebut syarat materiil. Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP
menyebutkan syarat materiil sebagai berikut:
1. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.
2. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tempus delictie dan locus delictie dari tindak pidana yang dilakukan.
Uraian secara cermat adalah ketelitian jaksa penuntut umum dalam
mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan pada undang-undang yang
berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan
yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak dapat
dibuktikan. Jelas yaitu penuntut umum harus mampu merumuskan
unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian
perbuatan materiil (fakta) yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan.
Lengkap diartikan bahwa surat dakwaan itu memuat semua unsur atau elemen
dari tindak pidana yang didakwakan. Unsur-unsur itu dilukiskan dan
diuraikan di dalam uraian fakta/kejadian yang dituangkan dalam surat
dakwaan (delik omschrijving).
d. Bentuk Surat Dakwaan
1) Surat Dakwaan Tunggal
Bentuk surat dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal. Surat dakwaan
hanya berisi satu saja pasal dakwaan. Umumnya perumusan dakwaan tunggal
dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung faktor
penyertaan (mededaderschap) atau faktor concursus maupun faktor
alternatif atau faktor subsidair. Baik pelakunya maupun tindak pidana
yang dilanggar sedemikian rupa jelas dan sederhana, sehingga surat
dakwaan cukup dirumuskan dalam bentuk tunggal.
2) Surat Dakwaan Alternatif
Bentuk surat dakwaan alternatif adalah antara dakwaan yang satu dengan
yang lain saling mengecualikan, atau one that subtitutes for another.
Pengertian yang diberikan kepada bentuk dakwaan yang bersifat
alternatif. Antara satu dakwaan dengan dakwaan yang lain tersirat
perkataan “atau” yang memberi pilihan kepada hakim untuk menerapkan
salah satu di antara dakwaan-dakwaan yang diajukan. Bersifat dan
berbentuk alternative accusation atau alternative tenlastelegging dengan
cara pemeriksaan: Memeriksa dahulu dakwaan secara keseluruhan, kemudian
dari hasil pemeriksaan atas keseluruhan dakwaan, hakim memilih dan
menentukan dakwaan mana yang tepat dan terbukti dipertanggungjawabkan
kepada terdakwa. Tujuan yang hendak dicapai bentuk surat dakwaan
alternatif:
• Untuk menghindari pelaku terlepas atau terbebas dari pertanggungjawaban hukum pidana (crime liability)
• Memberi pilihan kepada hakim menerapkan hukum yang lebih tepat.
3) Surat Dakwaan Subsidair (Subsidiary)
Bentuk surat dakwaan subsidair bentuk dakwaan yang terdiri dari dua atau
beberapa dakwaan yang disusun dan dijejerkan secara berurutan
(berturut-turut), mulai dari dakwaan tindak pidana yang terberat sampai
kepada dakwaan tindak pidana yang teringan. Bentuk dakwaan ini juga
diartikan sebagai dakwaan “pengganti” atau dalam peristilahan Inggris
disebut with the alternative of. Artinya dakwaan subsidair (dakwaan
urutan kedua) menggantikan dakwaan primair (dakwaan urutan pertama).
Demikian seterusnya, urutan paling bawah menggantikan urutan paling
atas. Sehingga sering dijumpai pengurutan surat dakwaan yang lebih dari
dua atau tiga dalam bentuk perumusan dakwaan pidana yang terberat berada
pada ururtan pertama sebagai dakwaan primair. Disusul kemudian dengan
dakwaan tindak pidana yang semakin ringan berupa rumusan dakwaan
subsidair, dan di bawah urutan dakwaan subsidair masih mungkin lagi
diurutkan berjejer dakwaan tindak pidana yang semakin ringan ancaman
hukumannya berupa dakwaan “subsidair lagi”, “lebih subsidair lagi”, dan
“lebih-lebih subsidair lagi”.
Ditinjau dari teori dan praktek bentuk dakwaan subsidair diajukan, apabila peristiwa tindak pidana yang terjadi:
Menimbulkan suatu akibat;
Akibat yang timbul itu meliputi atau bertitik singgung dengan beberapa
ketentuan pasal pidana yang hampir saling berdekatan cara melakukan
tindak pidana tersebut.
Bentuk dakwaan subsidair yamg menempatkan dakwaan subsidair menggantikan
dakwaan primair seandainya penuntut umum tidak mampu membuktikan
dakwaan primair. Demikian seterusnya sampai dakwaan terakhir, dengan
prosedur sebagai berkut :
• Pemeriksaan sidang pengadilan memulainya dari dakwaan utama atau dakwaan primair.
• Apabila dakwaan primair sudah dapat dibuktikan di pengadilan,
pemeriksaan tidak perlu lagi dilanjutkan pada dakwaan subsidai serta
dakwaan dakwaan urutan berikutnya, berarti apabila dakwaan primair sudah
terbukti : pemeriksaan perkara sudah cukup tanpa menggubris dakwaan
berikutnya, dan putusan hukuman dijatuhkan berdasar ancaman hukuman yang
diatur dalam dakwaan primair.
• Apabila dakwaan primair tidak terbukti :
Pemeriksaan dialihkan kepada dakwaan berikutnya berdasar prioritas mulai dari dakwaan subsidair.
Kalau dakwaan subsidair telah terbukti, pemeriksaan dapat dinyatakan ditutup tanpa memeriksa dakwaan urutan selebihnya.
Hukuman dijatuhkan berdasar ancaman yang dirumuskan dalam dakwaan subsidair.
Demikian seterusnya, pemeriksaan dakwaan dilakukan menurut skala
prioritas dari yang utama (yang terberat) samapai berjejer kepada
dakwaan yang teringan. Sampai akhirnya ditemukan pembuktian terhadap
salah satu dakwaan.
4) Surat Dakwaan Kumulasi
Bentuk surat dakwaan kumulasi juga disebut dakwaan yang berbentuk
multiple, yakni surat dakwaan yang disusun berupa rangkaian dari
beberapa dakwaan atas kejahatan atau pelanggaran atau juga diartikan
gabungan dari beberapa dakwaan sekaligus. Berarti pada saat yang sama
dan dalam pemeriksaan sidang pengadilan yang sama, kepada terdakwa
diajukan gabungan beberapa dakwaan sekaligus. Tata cara pengajuan surat
dakwaan yang seperti ini dimungkinkan berdasar ketentuan Pasal 141
KUHAP, yang disebut penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan.
Sehubungan dengan gabungan beberapa dakwaan, Pasal 141 KUHAP telah
mengatur tentang penggabungan atau kumulasi perkara atau tindak pidana,
maupun kumulasi tentang terdakwanya. Sedang dalam Pasal 142 KUHAP diatur
masalah yang berkenaan dengan pemecahan atau splitsing berkas perkara
yang terdakwanya terdiri dari beberapa orang, dapat didakwa secara
terpisah.
Menurut Pasal 141 KUHAP, penuntut umum dapat mengajukan dakwaan yang
berbentuk kumulasi atau kumulatif apabila dalam waktu yang sama atau
hampir bersamaan menerima beberapa berkas perkara dalam hal:
a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama dan
kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungan.
b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain.
c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang
lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang
dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari ketentuan rumusan dan penjelasan
Pasal 141 KUHAP, adanya wewenang penuntut umum untuk mengajukan dakwaan
yang berbentuk kumulasi, baik kumulasi perkara tindak pidana maupun
sekaligus kumulasi terdakwa dengan kumulasi
dakwaannya. Kumulasi atau penggabungan dakwaan baru dapat dibahas secara
menyeluruh, apabila Pasal 141 KUHAP dikaitkan dengan ketentuan
perbarengan atau concursus (samenloop) yang diatur dalam Pasal-Pasal 63,
64, 65, 66 dan Pasal 70 KUHP.
5) Surat Dakwaan Kombinasi
Dalam Surat Dakwaan Kombinasi didakwakan beberapa delik secara kumulatif
yang terdiri dari dakwaan subsider dan dakwaan alternatif secara
serempak/ sekaligus, yang dalam praktik disusun sebagai berikut :
Kesatu :
Primair:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 340 KUHP)
Subsidair:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 338 KUHP)
Kedua :
Pertama:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 368 KUHP)
Atau
Kedua:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
Atau
Ketiga :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 372 KUHP)
C. ANALISA YURIDIS SURAT DAKWAAN DAN PEMBUKTIAN ATAS NAMA SAUDI BIN MAKSIN PADA KEJAKSAAN NEGERI CILEGON
Surat dakwaan atas nama terdakwa SAUDI BIN MAKSIN dengan Nomor:
PDM-…/Epp.2/CLG/05/2012 tanggal 21 Mei 2012 disusun secara dakwaan
alternatif. Dakwaan kesatu perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana
Pasal 378 KUHP, atau dakwaan kedua terdakwa diatur dan diancam pidana
Pasal 372 KUHP.
Bentuk surat dakwaan alternatif adalah antara dakwaan yang satu dengan
yang lain saling mengecualikan, atau one that subtitutes for another.
Pengertian yang diberikan kepada bentuk dakwaan yang bersifat
alternatif.
Antara satu dakwaan dengan dakwaan yang lain tersirat perkataan “atau”
yang memberi pilihan kepada hakim untuk menerapkan salah satu di antara
dakwaan-dakwaan yang diajukan. Bersifat dan berbentuk alternative
accusation atau alternative tenlastelegging dengan cara pemeriksaan:
Memeriksa dahulu dakwaan secara keseluruhan, kemudian dari hasil
pemeriksaan atas keseluruhan dakwaan, hakim memilih dan menentukan
dakwaan mana yang tepat dan terbukti dipertanggungjawabkan kepada
terdakwa. Tujuan yang hendak dicapai bentuk surat dakwaan alternatif:
a. Untuk menghindari pelaku terlepas atau terbebas dari pertanggungjawaban hukum pidana (crime liability)
b. Memberi pilihan kepada hakim menerapkan hukum yang lebih tepat.
Menurut Andi Hamzah, Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP itu berada pada
kamar atau rumpun yang sama yaitu delik-delik kekayaan (vermogenst
delicten). Ada juga yang menyebutnya sebagai delik yang berkaitan dengan
harta benda. Andi Hamzah hanya membedakan dalam hal, Pasal 372 KUHP itu
delik penggelapan sedangkan Pasal 378 KUHP itu delik kecurangan. Pasal
372 KUHP itu berada pada sub rumpun atau sub-kamar “penggelapan”,
sedangkan Pasal 378 KUHP itu berada pada rumpun atau kamar “kecurangan”.
Oleh karena itu, perbuatan pidana yang ada dalam Pasal 372 KUHP dengan
Pasal 378 KUHP itu berbeda. Maka dakwaan yang tepat digunakan adalah
jenis atau bentuk dakwaan alternatif.
Adapun beberapa catatan kekurangan dalam pembuatan surat dakwaan ini antara lain:
1. Tidak dicantumkannya nomor register perkara dalam surat dakwaan.
2. Uraian perbuatan antara dakwaan kesatu Pasal 378 KUHP dengan uraian perbuatan dalam dakwaan kedua Pasal 372 KUHP sama.
Tidak dicantumkannya nomor register perkara dalam surat dakwaan memang
bukan merupakan hal yang mendasar atau fundamental (penting) dalam
sebuah surat dakwaan. Tetapi apabila hal tersebut dicantumkan maka akan
menambah kesempurnaan dalam pembuatan surat dakwaan.
Dalam hal kesamaan uraian perbuatan antara dakwaan kesatu Pasal 378 KUHP
dengan uraian perbuatan dalam dakwaan kedua Pasal 372 KUHP harus
dihindari. Karena Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP adalah 2 (dua) hal
pasal yang berbeda unsur-unsurnya. Oleh karena itu, uraian perbuatannya
juga pasti berbeda.
Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam
Pasal 362 KUHP. Hanya bedanya kalau dalam pencurian barang yang diambil
untuk dimiliki itu belum berada dalam tangan pelaku, sedangkan dalam
kejahatan penggelapan, barang yang dimiliki itu sudah berada dalam
tangan si pelaku bukan karena kejahatan atau sudah dipercayakan
kepadanya.
Sedangkan dalam Pasal 378 KUHP tentang Penipuan hal yang menjadi khusus
atau membedakan dengan pasal yang lain dalam KUHP adalah unsur “tipu
muslihat atau rangkaian kebohongan” dan unsur “menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan sesuatu barang kepadanya”.
Apabila uraian perbuatan dalam dakwaan kesatu dengan uraian perbuatan
dalam dakwaan kedua sama padahal Pasal yang didakwakan berbeda maka
Jaksa Penuntut Umum secara umum belum dapat membuat surat dakwaan secara
cermat, jelas dan lengkap sebagai mana diamanatkan dalam Pasal 143 ayat
(2) huruf b KUHAP.
Uraian secara cermat adalah ketelitian jaksa penuntut umum dalam
mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan pada undang-undang yang
berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan
yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak dapat
dibuktikan. Jelas yaitu penuntut umum harus mampu merumuskan
unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian
perbuatan materiil (fakta) yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan.
Lengkap diartikan bahwa surat dakwaan itu memuat semua unsur atau elemen
dari tindak pidana yang didakwakan. Unsur-unsur itu dilukiskan dan
diuraikan di dalam uraian fakta/kejadian yang dituangkan dalam surat
dakwaan (delik omschrijving).
Pembuktian Dalam Persidangan
Di Indonesia menganut sistem pembuktian secara negatif (negatief
wettellijk) artinya seseorang dapat dinyatakan bersalah apabila
didasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti yang sah dan hakim memperoleh
keyakinan atas hal tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 183 sampai
dengan Pasal 189 KUHAP. Khusus jenis-jenis alat bukti diatur secara
limitatif dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Dalam perkara atas nama SAUDI BIN MAKSIN pada Kejaksaan Negeri Cilegon
adapun fakta-fakta persidangan yang didapat dalam pembuktian disidang
Pengadilan adalah:
1. Keterangan Saksi ( ASMAN BIN RAMLI dan ENCUP SUPIYANI)
• Bahwa benar saksi pada saat diperiksa dan memberikan keterangan dalam keadaan sehat.
• Bahwa benar saksi menegnal terdakwa namum tidak mempunyai hubungan keluarga.
• Bahwa benar pada hari Selasa tanggal 27 Maret 2012 sekitar Pukul 15.00
WIB bertempat di Lingk. Cigading RT 01 RW 01 Kelurahan Tegalratu,
Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon telah terjadi tindak pidana penggelapan
1 (satu) unit sepeda motor Supra Fit X warna hitam silver Nomor Polisi A
5989 BJ tahun 2008 No. Rangka: MH1HB71108K690212 No. Mesin:
HB71E-1686249 STNK atas nama ISKANDAR adalah milik saksi ASMAN BIN
RAMLI.
• Bahwa benar awalnya terdakwa meminjam motor tersebut untuk mengambil gaji di Krakatau Stell Posca Kec. Ciwandan Kota Cilegon.
• Bahwa benar sampai dengan hari Jumat tanggal 06 April 2012 sepeda
motor tersebut tidak dikembalikan kepada saksi ASMAN BIN RAMLI sehingga
saksi ASMAN BIN RAMLI melaporkan hal tersebut kepada Polres Cilegon.
2. Ketarangan Ahli
Tidak ada keterangan ahli dalam perkata tersebut.
3. Surat
1 (satu) lembar STNK sepeda motor Supra Fit X warna hitam silver Nomor
Polisi A 5989 BJ tahun 2008 No. Rangka: MH1HB71108K690212 No. Mesin:
HB71E-1686249 atas nama ISKANDAR
4. Keterangan Terdakwa
• Bahwa benar terdakwa pada saat diperiksa dan memberikan keterangan dalam keadaan sehat.
• Bahwa benar terdakwa mengenal terdakwa namum tidak mempunyai hubungan keluarga.
• Bahwa benar pada hari Selasa tanggal 27 Maret 2012 sekitar Pukul 15.00
WIB bertempat di Lingk. Cigading RT 01 RW 01 Kelurahan Tegalratu,
Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon telah terjadi tindak pidana penggelapan
1 (satu) unit sepeda motor Supra Fit X warna hitam silver Nomor Polisi A
5989 BJ tahun 2008 No. Rangka: MH1HB71108K690212 No. Mesin:
HB71E-1686249 STNK atas nama ISKANDAR adalah milik saksi ASMAN BIN
RAMLI.
• Bahwa benar awalnya terdakwa meminjam motor tersebut untuk mengambil gaji di Krakatau Stell Posca Kec. Ciwandan Kota Cilegon.
• Bahwa benar sampai dengan hari Jumat tanggal 06 April 2012 sepeda
motor tersebut tidak dikembalikan kepada saksi ASMAN BIN RAMLI sehingga
saksi ASMAN BIN RAMLI melaporkan hal tersebut kepada Polres Cilegon.
5. Petunjuk
• Bahwa didapat persesuaian antara keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa:
Bahwa benar pada hari Selasa tanggal 27 Maret 2012 sekitar Pukul 15.00
WIB bertempat di Lingk. Cigading RT 01 RW 01 Kelurahan Tegalratu,
Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon telah terjadi tindak pidana penggelapan
1 (satu) unit sepeda motor Supra Fit X warna hitam silver Nomor Polisi A
5989 BJ tahun 2008 No. Rangka: MH1HB71108K690212 No. Mesin:
HB71E-1686249 STNK atas nama ISKANDAR adalah milik saksi ASMAN BIN
RAMLI.
Bahwa benar awalnya terdakwa meminjam motor tersebut untuk mengambil gaji di Krakatau Stell Posca Kec. Ciwandan Kota Cilegon.
Bahwa benar sampai dengan hari Jumat tanggal 06 April 2012 sepeda
motor tersebut tidak dikembalikan kepada saksi ASMAN BIN RAMLI sehingga
saksi ASMAN BIN RAMLI melaporkan hal tersebut kepada Polres Cilegon.
Oleh karena itu berdasarkan fakta-fakta persidangan di atas maka
dapat kita ambil kesimpulan bahwa terdakwa SAUDI BIN MAKSIN terbukti
secara sah dan meyakinkan melanggar dakwaan kedua yaitu Pasal 372 KUHP.
Adapun pembuktian unsur-unsur tindak pidananya antara lain:
1) Barang Siapa
Pada persidangan telah dihadapkan terdakwa yang identitasnya telah
diuraikan berdasarkan fakta-fakta persidangan yaitu keterangan saksi,
barang bukti, petunjuk, dan keterangan terdakwasatu sama lainnya saling
bersesuaian membenarkan bahwa yang diajukan ke muka persidangan adalah
orang yaitu terdakwa SAUDI BIN MAKSUN dengan segala identitasnya
sebagaimana diuraikan di atas dan selama persidangan terdakwa dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani. Pada diri tersangka tidak ditemukan
alasan pembenar dan alasan pemaaf. Maka dengan demikian unsur “barang
siapa” telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
2) Dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu barang
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa terdakwa
SAUDI BIN MAKSUN pada pada hari Selasa tanggal 27 Maret 2012 sekitar
Pukul 15.00 WIB bertempat di Lingk. Cigading RT 01 RW 01 Kelurahan
Tegalratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon awalnya meminjam 1 (satu)
unit sepeda motor milik saksi ASMAN BIN RAMLI untuk mengambil gaji di
Krakatau Steel Posco dan sampai dengan hari Jumat tanggal 06 April 2012
belum dikembalikan sehingga saksi ASMAN BIN RAMLI melaporkan ke Polres
Cilegon. Motor tersebut dibawa terdakwa ke rumah saksi ENCUP SUPRIYADI
dan menyerahkan kunci motornya lalu meminta tolong pada saksi ENCUP
SUPRIYADI untuk dijual. Dan motor tersebut digadaikan senilai
Rp.1.300.000,- (satu juta tiga ratus ribu rupiah). Dengan demikian unsur
“dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu barang” telah terbukti
secara sah dan meyakinkan.
3) Barang tersebut seluruhnya atau sebagain milik orang lain.
1 (satu) unit sepeda motor Supra Fit X warna hitam silver Nomor Polisi A
5989 BJ tahun 2008 No. Rangka: MH1HB71108K690212 No. Mesin:
HB71E-1686249 STNK atas nama ISKANDAR adalah milik saksi ASMAN BIN
RAMLI. Dengan demikian unsur “barang tersebut seluruhnya atau sebagain
milik orang lain” telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
4) Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
Bahwa motor tersebut didapatkan dari saksi ASMAN BIN RAMLI dengan cara
meminjam untuk mengambil gaji di Krakatau Stell Posco. Dengan demikian
unsur “yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan” telah
terbukti secara sah dan meyakinkan.
Berdasarkan fakta persidangan tersebut di atas maka terdakwa secara
sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana
diatur dalam Pasal 372 KUHP.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Yang dapat disimpulkan dari penulisan Kertas Kerja ini adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan surat dakwaan perkara penipuan dan penggelapan atas nama
SAUDI BIN MAKSUN pada Kejaksaan Negeri Cilegon masih ada beberapa
kekurangan. Adapun beberapa catatan kekurangan dalam pembuatan surat
dakwaan ini antara lain: a). Tidak dicantumkannya nomor register perkara
dalam surat dakwaan; b). Uraian perbuatan antara dakwaan kesatu Pasal
378 KUHP dengan uraian perbuatan dalam dakwaan kedua Pasal 372 KUHP
adalah sama. Dalam hal kesamaan uraian perbuatan antara dakwaan kesatu
Pasal 378 KUHP dengan uraian perbuatan dalam dakwaan kedua Pasal 372
KUHP harus dihindari. Karena Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP adalah 2
(dua) hal pasal yang berbeda unsur-unsurnya. Oleh karena itu, uraian
perbuatannya juga pasti berbeda.
2. Di Indonesia menganut sistem pembuktian secara negatif (negatief
wettellijk) artinya seseorang dapat dinyatakan bersalah apabila
didasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti yang sah dan hakim memperoleh
keyakinan atas hal tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 183 sampai
dengan Pasal 189 KUHAP. Khusus jenis-jenis alat bukti diatur secara
limitatif dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Berdasarkan fakta-fakta
persidangan (keterangan saksi, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa)
maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdakwa SAUDI BIN MAKSIN terbukti
secara sah dan meyakinkan melanggar dakwaan kedua yaitu Pasal 372 KUHP.
B. SARAN
1. Agar nantinya dalam penelitian berkas perkara dapat dilakukan lebih
teliti hal ini dapat dilakukan dengan cara membaca berkas perkara
tersebut secara berulang (lebih dari 1 kali), memperhatikan cek list
yang telah dibuat, dan meminta pendapat atau berdiskusi dengan Jaksa
yang lain, jaksa yang lebih senior dan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum.
2. Para Jaksa dalam menangani perkara tindak pidana umum itu sebaiknya
memiliki referensi yang lebih dari 1 (satu) KUHP. Hal ini guna
memperluas khasanah keilmuan tentang pendapat-pendapat dalam uraian
unsur-unsur delik dan membandingkan tentang hal tersebut. Misalnya KUHP
terbitan Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI,
KUHP yang ditulis R. Soesilo, KUHP yang ditulis oleh Moelyatno, KUHP
yang disusun oleh R. Sugandi, KUHP yang disusun oleh R. Soenarto, KUHP
yang disusun oleh Sianturi, KUHP yang ditulis oleh Lamintang, dan KUHP
lainnya.
3. Dalam hal pembuktian Penuntut Umum harus secara seksama memperhatikan
alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP guna dapat terbuktinya
dakwaan Penuntut Umum dan memperhatikan sistem pembuktian secara negatif
sebagaimana yang berlaku dalam system pembuktian dalam peradilan pidana
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu di Dalam KUHP, Sinar Grafika, Bandung, 2011.
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000.
Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif, Kanisisus, Yogyakarta, 2009.
Esmi Warasih Puji Rahayu, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, CV. Suryandaru Utama, Semarang.
Jimly Asshidiqie, Konsolidasi Naskah Undang-Undang Dasar 1945 Setelah
Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Depok, 2002.
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
Martiman Prodjohamidjojo, Teori dan Teknik Membuat Surat Dakwaan. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika, Jakarta, 2000.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Kejagung RI, 2011.
P.A.F. Lamintang, SH, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1990.
R.Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap pasal demi Pasal, Politea, Bogor, 1996.
R. Sugandhi, KUHP Berikut Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 2010.
SR. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHAEM-PETEHAEM, Gramedia, Jakarta, 1989.
Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian
Kebijakan Kriminalisasai dan Deskriminalisasi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2005.
Theodorus M. Tuanakotta, Menghitung Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi. Salemba Empat, Jakarta, 2009.
Tongat, Hukum Pidana Materiil, Gramedia, Jakarta, 2002.
DATA DIRI PENULIS
1. Nama Lengkap : BUDI SETYAWAN, S.H., M.H.
2. TTL : Jepara, 12 Juni 1986
3. Jenis Kelamin : Pria
4. Agama : Islam
5. Alamat : 1. Desa Bendo, RT 11, Kec. Sukodono, Kab. Sragen, Jawa Tengah.
2. Jl. Dr. Sutomo Wonosari II No. 59, RT 01, RW 03, Kel. Randusari, Kec. Semarang Selatan, Kota Semarang
6. HP & Email : 081226354718, budi_undip@yahoo.com
http://www.rangselbudi.wordpress.com
7. Pekerjaan
NIP/NRP
Pangkat/Gol : Staf TU pada Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah
19860612 200812 1001 / 60986573
Yuana Wira TU / (III/a)
8. Kebangsaan : Indonesi
9. Status Marital : Kawin
Istri : Ardhin Primadewi, S.Si.,M.TI
Anak : Fahira Anindy Salsabila
10. Riwayat Pendidikan : 1. TK Dewi Sartika Mayong Jepara
2. SD Negeri Bendo 1 Sragen
3. SLTP Negeri 1 Tanon Sragen
4. SMU Negeri 1 Sragen
5. Fakultas Hukum Undip Semarang
6. Beasiswa Unggulan Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Tahun 2010
11. Riwayat Pekerjaan : 1. Asisten Pengacara Publik YLBHI LBH Jakarta.
2. Staf Intelijen Kejaksaan Negeri Masohi Maluku
3. Staf Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah
12. Publikasi : 1. Tidak Percaya Parpol, Suara Merdeka, 30 Juni 2007.
2. Nasionalisme dan Kebebasan Berekspresi, Wawasan, 17 Juli 2007.
3. Babak Baru Pendidikan di Undip, Wawasan, Juli 2007.
4. Cedera Politik Keamanan, Suara Merdeka, Agustus 2007.
5. Objektivitas Gerakan Pemuda, Suara Merdeka, 03 Nopember 2007.
6. Roh Gerakan Mahasiswa, Suara Merdeka, 23 Oktober 2010.